Berikut penjelasan mengenai Q.S : Al-An'am : 25, terambil dari kitab " Kaifa Yajibu 'Alainaa An Nufassir Al-Qur'an, Syaikh Al-Albani tentang pertnayaan ketujuh :
Untuk membaca kitab tersebut secara lengkap, silahkan klik كيف يجب علينا أن نفسر القران
Maksud keterangan diatas adalah :
Pertanyaan ketujuh :
Allah berfirman yang artinya : "
Dan kami Telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya ".
Sebagian orang berpandangan bahwa ayat ini mengandung unsur paksaan. Bagaimana pendapat syaikh tentang hal ini ?
Jawaban :
Penetapan ini adalah penetapan kauni ( maksudnya ini adalah iradah kauniyyah ).Untuk memahami ayat ini kita harus mengetahui tentang kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kehendak Allah itu dibagi dua.
Pertama : Kehendak Syari'at (Ira'dah Syar'iyyah)
Kedua : Kehendak Kauni (Ira'dah Kauniyyah)
Istilah Kehendak Kauni ini diambil dari Al-Qur'an surat Yasin : 82.
Wallahu A'lamu Bishshawab
سؤال7
: قال تعالى
( وَجَعَلْنَا
عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا )]الأنعام25[ , يَشُم البعض من هذه
الآية رائحة الجبر , فما رأيكم في ذلك ؟
الجواب
: هذا
الجعـل هو جعلٌ كوني , ولفهم هذا لابد من شرح مـعنى الإرادة الإلهية , فالإرادة
الإلهية تنقسم إلى قسمين : ( إرادة شرعية , وإرادة كونية ) .
والإرادة
الشرعية :
هي كل ما شرعه الله عزوجل لعباده , وحضهم على القيام به من طاعات وعبادات على
اختلاف أحكامها , من فرائض إلى مندوبات , فهذه الطاعات والعبادات يريدها تبارك
وتعالى ويُحبها .
وأما الإرادة الكونية : فهي قد تكون تارة مما لم
يشرعها الله , ولكنه قدرها وهذه الإمارة إنما سُميت بالإرادة الكونية اشتقاقاً من
قوله تعالى ( إِنَّمَا
أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ )]يس82[ , فــ ( شَيْئًا ) اسم نكرة يشمل كل شيء , سواء أكان طاعة أو معصية , وإنما يكون ذلك بقوله
تعالى ( كُنْ ) , أي بمشيئته وقضائه وقدره , فإذا عرفنا هذه الإرادة
الكونية – وهي أنها تشمل كل شيء , سواء أكان طاعة أو كان معصية – فلا بد من الرجوع
بنا إلى موضوع القضاء والقدر , لأن قوله تعالى ( وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ
يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ) , معناه أن هـــــذا الـذي قــــــال له (
كُنْ )
جعله أمراً مُقدراً كائناً لابد منه , فكل شيء عند الله عزوجل بقدر , وهذا أيضاً يشمل
الخير والشر , ولكن ما يتعلق منه بنا نحن الثقلين –الإنس والجن المكلفين المأمورين
من الله عزوجل- أن ننظر فيما نقوم نحن به , إما أن يكون بمحض إرادتنا واختيارنا ,
وإما أن يكون رغماً عنا , وهذا القسم الثاني لا يتعلق به طاعة ولا معصية , ولا
يكون عاقبة ذلك جنة ولا ناراً , وإنما القسم الأول هو الذي عليه تدور الأحكام
الشرعية , وعلى ذلك يكون جزاء الإنسان الجنة أو النار , أي : ما يفعله الإنسان
بإرادته , ويسعى إليه بكسبه واختياره هو الذي يحاسب عليه , إنْ كان خيراً فخير ,
وإن كان شراً فشر .
وكون
الإنسان مختاراً في قسم كبير من أعماله , فهذه حقيقة لا يمكن المجادلة فيها شرعاً
ولا عقلاً .
أما شرعاً : فنصوص الكتاب والسنة متواترة في أمر الإنسان
بأن يفعل ما أمر به , وفي أن يترك ما نُهي عنه , وهذه النصوص أكثر من أن تذكر .
أما عقلاً : فواضح لكل إنسان متجرد عن
الهوى والغرض بأنه حينما يتكلم , حينما يمشي , حينما يأكل , حينما يشرب , حينما
يفعل أي شيء , مما يدخل في اختياره , فهو مختار في ذلك غير مضطر إطلاقاً , وأنا شئتُ
أنْ أتكلم الآن , فليس هناك أحد يجبرني على ذلك بطبيعة الحال ,
ولكنه مقدر , ومعنى كلامي هذا مع كونه مقدراً , أي أنه مقدر مع اختياري لهذا الذي
أقوله وأتكلم به , ولكن باستطاعتي أن أصمت لأبين لمن كان في شك مما أقول أني مختار
في هذا الكلام .
إذاُ
, فاختيار الإنسان –من حيث الواقع- أمر لا يقبل المناقشة والمجادلة , وإلا فالذي
يجادل في مثل هذا إنما هو يسفسط ويشكك في البدهيات , وإذا وصل الإنسان إلى هذه
المرحلة انقطع معه الكلام .
إذاً
فأعمال الإنسان قسمان : اختيارية , و اضطرارية .
والاضطرارية : ليس فيها كلام , لا من الناحية
الشرعية ولا من الناحية الواقعية , والشرع يتعلق بالأمور الاختيارية , فهذه هي
الحقيقة , وإذا ركزناها في أذهاننا , استطعنا أن نفهم الآية السابقة ( وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً ) وهذا الجعل كوني , ويجب أن
نتذكر الآية السابقة ( إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ
شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ ) أن الإرادة ههنا إرادة كونية , ولكن ليس
رغماُ عن هذا الذي جعل الله على قلبه أكنه .
مثال
من الناحية المادية : أن الإنسان حينما يُخلق إنما يُخلق ولحمه غض طري , ثم إذا
كبر وكبر يقسو لحمه ويشتد عظمه ولكن الناس ليسوا كلهم سواءً , فهذا مثلاً إنسان
منكب على نوع من الدراسة والعلم , فهذا ماذا يقوى فيه ؟ يقوى عقله ؟ ويقوى دماغه
من الناحية التي هو ينشغل بها , ويَنصب بكل جهده عليها , ولكن من الناحية البدنية
جسده لا يقوى , وعضلاته لا تنمو .
والعكس
بالعكس تماماً : فهذا شخص منصب على الناحية المادية , فهو في كل يوم يتعاطى تمارين
رياضية –كما يقولون اليوم- فهذا تشتد
عضلاته , ويقوى جسده , ويصبح له صورة كما نرى ذلك أحياناً في الواقع , وأحياناً في
الصور , فهؤلاء الأبطال مثلاُ تصبح أجسادهم كلها عضلات , فهل هو خُلق هكذا , أم هو
اكتسب هذه البنية القوية ذات العضلات الكثيرة ؟ هذا شيء وصل إليه هو بكسبه
واختياره .
ذلك
هو مثل الإنسان الذي يضل في ضلاله وفي عناده , وفي كفره وجحوده , فيصل الران , إلى
هذه الأكنة التي يجعلها الله عزوجل على قلوبهم ؟ لا بفرض من الله واضطرار من الله
لهم , وإنما بسبب كسبهم واختيارهم , فهذا هو الجعل الكوني الذي يكسبه هؤلاء الكفار
, فيصلون إلى هذه النقطة التي يتوهم الجُهال أنها فُرضت عليهم , والحقيقة أن ذلك
لم يُفرض عليهم وإنما ذلك بما كسبت أيديهم , وأن الله ليس بظلامٍ للعبيد .
Untuk membaca kitab tersebut secara lengkap, silahkan klik كيف يجب علينا أن نفسر القران
Maksud keterangan diatas adalah :
Pertanyaan ketujuh :
Allah berfirman yang artinya : "
Dan kami Telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya ".
Sebagian orang berpandangan bahwa ayat ini mengandung unsur paksaan. Bagaimana pendapat syaikh tentang hal ini ?
Jawaban :
Penetapan ini adalah penetapan kauni ( maksudnya ini adalah iradah kauniyyah ).Untuk memahami ayat ini kita harus mengetahui tentang kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kehendak Allah itu dibagi dua.
Pertama : Kehendak Syari'at (Ira'dah Syar'iyyah)
Adalah kehendak Allah yang telah Allah syariatkan kepada hambanya, dan mendorongnya untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah dalam bentuk hukum yang bermacam - macam, dari yang fardhu ( wajib ) sampai yang mandub ( sunnah ).
Ketaatan dan ibadah ini Allah menghendakinya dan mencintainya.
Kedua : Kehendak Kauni (Ira'dah Kauniyyah)
Kehendak ini ada yang tidak Allah syari'atkan ( Allah tidak mencintainya ) , akan tetapi Allah mentakdirkannya ( kehendak pasti terjadi di dunia, seperti kejadian terbunuhnya Habil dan Qabil, Iblis tidak mau sujud
kepada Adam, munculnya nabi-nabi palsu, kemaksiatan dan bid'ah
merajalela, sunnah-sunnah Rasul dianggap aneh di akhir zaman, dan
lain-lain ).
Istilah Kehendak Kauni ini diambil dari Al-Qur'an surat Yasin : 82.
"Sesungguhnya Allah itu apabila menghendaki sesuatu, Dia
mengatakan Kun (=jadilah). Maka jadilah apa yang Dia kehendaki"
Kata 'sesuatu' dalam ayat tersebut bentuknya nakiroh (bersifat umum).
Bisa berupa ketaatan atau bisa pula berupa kemaksiatan. Dan bahwasanya itu semua terjadi dengan firmannya : " jadilah ", yaitu dengan kehendak dan qadha dan qadarNya. Apabila kita mengetahui iradah kauniyyah ini , maka wajib kita kembalikan ke Qadha dan Qadar, karena Q.S : Al-An'am : 25 ini artinya apa yang terdapat dalam Q.S : Yasin : 82, Allah menjadikannya perkara yang ditetapkan terjadinya dan pasti terjadi. Dan segala sesuatu disisi Allah itu adalah dengan ketetapanNya. Ketetapan ini mencakup kebaikan dan keburukan.
Tetapi yang berkaitan dengan kita termasuk bangsa jin juga adalah hendaknya melihat kepada apa yang kita kerjakan, baik pekerjaan kita bersumber dari keinginan dan usaha kita maupun dari unsur ketundukan/kepatuhan terhadap iradah kauniyyah Allah ( tidak berdasarkan kemauan dan usaha, seperti ; sakit,
kecelakaan, miskin, sehat, gila, cacat, dan lain-lain ). Macam kedua ini tidaklah berkaitan dengan ketaatan dan kema'shiatan, dan tidaklah dibalas dengan surga dan neraka. Sedangkan macam pertama itulah yang terdapat hukum - hukum syar'inya dan ada balasannya. Dan manusia berkeinginan dan memiliki pilihan dalam perbuatannya pada sebagian besar perbuatannya. Ini adalah haqiqat sebenarnya yang tidak terbantahkan baik dari syar'i maupun akal.
ٍSecara dalil syar'i : banyak
ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyuruh manusia untuk melaksanakan suatu
perbuatan atau melarang melaksanakan suatu perbuatan ( manusia
bebas memilih, mau taat atau tidak ).
Secara akal : maka sangatlah jelas bagi manusia yang berakal sehat bahwa ketika dia berbicara,
berjalan, makan, minum dan lain-lain, semuanya adalah berdasarkan
kemauan dia sendiri, bukan karena terpaksa. Dan jika saya mau untuk berbicara sekarang, maka tidaklah ada seseorang yang memaksa saya untuk berbicara ini , akan tetapi perbuatan tersebut telah ditaqdirkan. Dan pembicaraan saya ini adalah Allah telah menetapkannya. Berbicara ini telah ditetapkan dengan pilihan saya untuk berbicara apa, tetapi saya juga bisa diam, guan menerangkan kepada orang yang ragu terhadap bisanya saya untuk berbicara atau diam. Kalau begitu, pilihan manusia secara kenyataan adalah merupakan perkara yang tidak diperdebatkan ( pelaksanaan semua perbuatan tidak lepas dari
takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan pembatalan semua perbuatan
tersebut juga merupakan takdir. Dan takdir tersebut terjadi bersamaan
dengan kemampuan manusia untuk melaksanakan perbuatan tersebut
atau membatalkannya ). Dan jika ada yang memperdepatkannya, maka dia memutarbalikkan kenyataan dan meragukan dalam perkara yang tidak pasti kebenarannya ( perkara yang tidak memerlukan penjelasan )
Jadi .. , perbuatan manusia itu dibagi dua, yang berdasarkan
kemauan dan yang tidak berdasarkan kemauan. Yang tidak berdasarkan
kemauan tidak perlu dibahas lagi baik dari sisi syar'inya maupun kenyataannya karena semuanya sudah jelas, tidak
ada hubungannya dengan syari'at. Yang ada hubungannya dengan syari'at
adalah perbuatan yang berdasarkan kemauan. Inilah hakikat
sebenarnya. Seandainya hal ini kita tancapkan betul-betul dalam
pikiran / keyakinan kita, Insyaa Allah kita bisa memahami ayat di atas yang artinya :
Dan Kami
jadikan dalam hati mereka penghalang"
Bahwa sesungguhnya kehendak Allah dalam ayat
ini adalah kehendak kauniyah, yaitu kehendak Allah yang pasti terjadi. Akan tetapi tidaklah dipaksa orang yang Allah jadikan "penghalang" dalam hatinya itu. Sebagai perumpamaannya adalah : Sesungguhnya manusia ketika diciptakan dalam keadaan lembut dan lemah kulitnya ( termasuk otak dan akalnya ). Kemudian ketika dia
dewasa, keadaan dirinya menjadi kuat fisiknya Akan tetapi manusia tidaklah sama semuanya. Seseorang yang menekuni bidang ilmu , maka apa yang akan kuat pada dirinya ? , tentunya akan kuat akalnya, akan kuat otaknya yang disibukkan dalam ilmu tersebut dan dia menyelami dengan segala kesungguhannya diatas ilmu tersebut Akan tetapi dari sisi fisiknya, orang tersebut tidaklah kuat. Sebaliknya , seorang yang terjun dalam latihan fisik, setiap harinya berlatih olah raga, maka fisiknyapun akan kuat dan menjadilah dia orang yang kadang kita melihatnya dalam kenyataan ( sehari - hari seperti olahragawan ataupun bodyguard ) dan juga pada gambar - gambar ( yang ditempel ). Para olahragawan yang kuat fisiknya itu apakah diciptakan dalam keadaan seperti itu ? atau dialah yang berusaha membangun kekuatan fisiknya ? Ini adalah sesuatu yang diperolehnya dengan usaha dan pilihannya.
Seseorang yang dari kecilnya membiasakan diri belajar dan menuntut ilmu
serta mengkaji dan menghapal pelajaran, maka ia akan tumbuh sebagai
orang yang kuat akalnya. Sebaliknya orang yang dari kecilnya membiasakan
diri berolahraga, melatih otot dan mempelajarai ilmu bela diri, maka
dia akan tumbuh dewasa sebagai orang yang kuat fisiknya, sebagaimana
kita saksikan pada diri seorang binaragawan. Kita lihat betapa kuat dan
hebatnya otot mereka itu. Apakah keadaan mereka yang kuat ini merupakan
pemberian langsung dari Allah ? Atau hasil usaha mereka sendiri yang
dilakukan secara terus menerus? Tentu kita tahu jawabannya.
Seperti inilah keadaan orang yang sesat dalam kesesatannya, pembangkangannya, pengingkarannya, dan penolakannya, lalu datanglah sumbatan seperti sumbatan - sumbatan yang dijadikan dalam hati mereka. Tidaklah Allah mengharuskan dan memaksa mereka berbuat demikian. Akan tetapi hal tersebut atas usaha dan pilihan mereka. Inilah pembuatan kauni ( kejadian yang bersifat iradah kauniyyah ) yang diperoleh oleh orang - orang kafir, kemuadia mereka sampai kepada titik ( perkara ) yang orang - orang bodoh berpandangan bahwa hal ini diwajibkan / dipaksakan atas mereka mereka yang kafir. Tetapi haqiqat yang sebenarnya adalah tidaklah hal tersebut dipaksakan, akan tetapi sebab ulah dan usaha mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah berbuat zalim dan aniaya terhadap hambaNya.
Wallahu A'lamu Bishshawab
No comments:
Post a Comment